Senin, 02 Februari 2009

Riswan Siahaan S.Pd: Pendidikan Anak Usia Dini Islam Chaidir Elhaj Maliki Wonosari I

Drs.H.Makmur Saleh Pasaribu : Terkait PHK, Cari Solusi Terbaik Lain
Sibolga, (Analisa)

Akibat dari krisis finansial global yang melanda berbagai negara, terjadi pemutusan hubungan kerja atau PHK. Ini pilihan terberat bagi perusahaan dan terhadap karyawan. Untuk itu, terkait PHK hendaknya dicari dulu solusi terbaik lain.

Demikian diutarakan Drs. H.Makmur Saleh Pasaribu saat ditanya pers di Sibolga, Selasa (27/1) seraya menambahkan, sebelum putusan itu diambil, jangan dilupakan dilakukan pertemuan antar pihak-pihak yang terkait, termasuk dengan instansi dan pimpinan karyawan.

Pertemuan itu sangat baik dilakukan, sehingga dapat dibahas sejumlah pendapat, guna diperoleh jalan keluar terbaik. Sebab, hubungan antara pengusaha dengan karyawan yang sudah terbina dengan baik selama ini, sebaiknya tidak rusak karena masalah yang tak menguntungkan berbagai pihak tersebut.

Kalau memang terpaksa PHK, hendaknya tidak diberlakukan secara drastis, ucap Makmur yang juga angota calon DPD-RI Nomor 18 dari Sumut ini, tetapi secara bertahap, seumpama dirumahkan dulu.

Pekerja Malam

Sewaktu ditanya mengenai penghasilan pekerja malam di tempat-tempat hiburan, dengan gamblang mantan Wakil Ketua DPRD Tapanuli Tengah ini mengatakan: Ada ribuan orang yang bekerja sejak pukul 19.00 hingga pukul 01.00 atau 02.00 dinihari, yang tersebar di berbagai kota di Sumut, terutama di kota medan.

Menurut catatan, rata-rata pada satu tempat berkisar 20 hingga 50 orang, tergantung besar-kecil tempat hiburan itu. Rata-rata penghasilan mereka, sebagian masih di bawah upah minimum regional (UMR). Meski mereka mungkin memperoleh “tips” dari pengunjung, tetapi itu ‘kan tidak tetap. Hal terpenting, pendapatan mereka seharusnya sesuai UMR yang berlaku.

Dari sisi lain, hendaknya mereka mendapat santunan untuk kesehatan. Bantuan pengobatan adalah penting, agar kesehatan mereka terjamin. Kalau ada pengusaha yang sudah memberikan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Yankesmas) atau ada dokter khusus dengan pengobatan dalam batas tertentu untuk mereka yang sudah sekian tahun bekerja, hal itu tentu perlu dilanjutkan, ucap Makmur.

Untuk itu pihak Depnaker sebaiknya tetap memonitor, termasuk kemungkinan karyawan pekerja malam itu memperoleh jaminan sosial tenaga kerja atau Jamsostek.
Sebenarnya perhatian terhadap pekerja, bukan hanya terhadap pekerja malam saja. Melainkan untuk karyawan lain seperti yang bekerja di pelabuhan, jermal yang berada di tengah laut maupun sektor-sektor lain seperti perkebunan.

Terhadap mereka harus senantiasa ada monitoring atas apa-apa yang mereka peroleh, seperti penghasilan, fasilitas kesehatan dan sebagainya, agar kehidupan para pekerja itu dalam kondisi yang memadai sesuai ketentuan yang berlaku, ucap Makmur Saleh Pasaribu. (rel/w)

Sabtu, 31 Januari 2009

Pendidikan Anak Usia Dini Islam Chaidir Elhaj Maliki Wonosari I

Oleh : Riswan Siahaan S.Pd ( Kepala Sekolah PAUD Chaidir Elhaj Maliki Wonosari I )
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Indonesia pada tahun 1990, telah menandatangani sebuah Deklarasi Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua (Education for All Declaration) pada konferensi UNESCO, di Thailand. Deklarasi ini menjadi komitmen bersama, untuk menyediakan pendidikan dasar yang bermutu dan non diskriminatif, di masing-masing negara. Realisasi deklarasi tersebut juga sekaligus merupakan upaya untuk memenuhi Hak Pendidikan (sesuai pasal 26 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia/DUHAM, bahwa “Setiap orang berhak memeproleh pendidikan. Pendidikan harus Cuma-Cuma, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan dasar diperlukan untuk menjaga perdamaian.”)

Pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan sebuah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menjamin hak atas “pendidikan dasar” bagi warga negara berusia tujuh hingga lima belas tahun. Namun, pendidikan untuk anak yang berusia dibawah tujuh tahun tidak dimasukkan sebagai pendidikan dasar.

Padahal, istilah pendidikan dasar seharusnya mulai berlaku mulai anak berusia 0-18 tahun. Hal ini sesuai dengan usia golden age atau keemasan anak, yaitu usia 0-9 tahun. Sedangkan menurut Konvensi Anak, yang disebut anak yaitu yang berusia 0-18 tahun. Jadi seharusnya UU mengenai Sistem Pendidikan Nasional tersebut mengakomodir usia anak dari umur 0-18 tahun tersebut.

Salah satu pemenuhan hak pendidikan sejak dini pada usia 3-5 tahun yang kemudian dilakukan masyarakat dan pemerintah yaitu program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Didalam pelaksanaannya, setiap kelurahan yang ada di Indonesia didorong untuk memiliki minimal satu PAUD. PAUD merupakan alternatif pemenuhan hak pendidikan selain Taman Kanak-Kanak (TK) atau Taman Pendidikan Alqur’an (TPA).

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2005, PAUD termasuk dalam jenis pendidikan Non Formal. Pendidikan Non Formal selain PAUD yaitu Tempat Penitipan Anak (TPA), Play Group dan PAUD Sejenis. PAUD sejenis artinya PAUD yang diselenggarakan bersama dengan program Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu untuk kesehatan ibu dan anak). Sedangkan pada Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), PAUD dimasukkan kedalam program Pendidikan Luar Sekolah (PLS).

Pada penyelenggaraan PAUD, jenis pendidikan ini tidak menggunakan kurikulum baku dari Depdiknas, melainkan menggunakan rencana pengajaran yang disebut Menu Besar. Menu Besar ini mencakup pendidikan moral dan nilai keagamaan, fisik/motorik, bahasa, sosial-emosional dan seni. Panduan dalam Menu Besar ini akan dikembangkan oleh tiap PAUD, berdasarkan kebutuhan dan kemampuan masing-masing PAUD.

Selain tidak menggunakan kurikulum baku, PAUD juga ditujukan untuk kalangan ekonomi miskin. Karena biasanya PAUD tidak menarik iuran sekolah atau menarik iuran dengan jumlah yang sangat kecil. Hal ini untuk memenuhi hak pendidikan anak, mendapatkan pendidikan dasar secara cuma-cuma (Pasal 31 Konvensi Hak Anak).

Namun di beberapa PAUD, setelah berjalan dengan tidak adanya penarikan biaya, dikarenakan biaya operasional biasanya merupakan sumbangan dari berbagai pihak di masyarakat, ternyata mengalami beberapa kendala. Misalnya PAUD Chaidir Elhaj Maliki di Jalan Puskesmas Wonosari Lingkungan I Aekkanopan, sumbangan yang didapat hanya dapat memenuhi bahan belajar murid, namun hal lain seperti honor para pendidik tidak dapat terpenuhi. Padahal, para pengajar PAUD seringkali memerlukan uang transport untuk menjangkau PAUD Chaidir Elhaj Maliki yang dibina. Selain itu, para orangtua murid juga meminta adanya rekreasi bersama atau pemakaian baju seragam. Dan untuk kebutuhan seperti ini, PAUD seringkali tidak memiliki dana. Kemudian, beberapa PAUD akhirnya menarik iuran sekolah. Tentunya iuran ini tidak bisa besar jumlahnya, karena para murid PAUD berasal dari keluarga miskin. Rata-rata mereka mengeluarkan sekitar 20.000 perbulan (dengan jam belajar 24 kali sebulan) atau masuk setiap hari bagaimana layaknya sekolah PAUD atau TK lainnya dengan biaya 20.000 per bulan.
Ini adalah salah satu contoh kecil pengembangan PAUD yang diselenggarakan oleh ketua penyelenggara Riswan Siahaan S.Pd sejak 3 tahun terakhir sesuai dengan Lampiran : Surat Keputusan Kepala Kelurah Aekkanopan Kecamatan Kualuhhulu Kabupaten Labuhanbatu nomor : 476/52/KESRA/2006 Tanggal 18 Desember sampai saat ini belum pernah mendapatkan bantuan yang telah dianggarkan oleh pemerintah.

Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional terutama Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah (PLS), sebetulnya sudah menyediakan dana untuk operasional PAUD. Namun dana yang ada ternyata tidak mencukupi kebutuhan operasional seluruh PAUD. Akhirnya dilakukan secara bergilir, pengguliran dana tersebut, dengan cara mengajukan proposal.
Dari masalah pembiayaan yang terjadi di PAUD tersebut, apabila berdasarkan DUHAM Pasal 26 tadi, maka akan terjadi kontradiksi. Pemenuhan hak pendidikan seharusnya gratis, namun kenyataannya belum bisa gratis. Bahwa untuk memenuhi hak pendidikan secara penuh, ternyata masih diperlukan biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat. Sebetulnya, masalah seperti itu tidak harus terjadi jika pemerintah melakukan upaya-upaya pemenuhan hak pendidikan dengan maksimal.

Pertama, pemerintah seharusnya memasukkan PAUD berusia dibawah 7 tahun sebagai suatu pendidikan dasar, yang harus dipenuhi pada warganegaranya, sehingga PAUD menjadi salah satu prioritas pemenuhan pendidikan dasar sesuai UU yang berlaku. Kedua, anggaran pendidikan tersendiri, tidak disatukan dengan anggaran kesehatan dan jumlahnya seharusnya terbesar dari pengeluaran negara lainnya didalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ketiga, dialokasikannya anggaran pendidikan yang terbesar jumlahnya dari pengeluaran daerah lainnya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Keempat, pengumpulan dana pajak atau retribusi dari perusahaan-perusahaan yang berada di wilayah PAUD, yang dilakukan oleh pemerintah setempat misalnya tiap kelurahan atau desa, yang dipergunakan terutama untuk pembiayaan pendidikan dasar, baik PAUD, TK, TPA, SD, MI sampai tinkat SMP. Dan yang terakhir, pengumpulan dana swadaya masyarakat, baik dilakukan oleh LSM atau masyarakat sendiri, terutama di tujukan untuk pemenuhan pendidikan bagi warganya sendiri.

Dengan adanya kerjasama, peran serta dan kejujuran semua pihak, untuk mencerdaskan bangsa, terutama anak-anak, maka hak pendidikan tingkat dasar dapat dipenuhi secara maksimal. Kita pun dapat melihat anak-anak, dari keluarga manapun, terutama keluarga miskin, terpenuhi hak pendidikannya. Pada tingkat selanjutnya, pendidikan yang berkualitas kemudian dapat menjadi rencana bersama, setelah hak pendidikan tingkat dasar tersebut terpenuhi.

Pendidikan Anak Usia Dini Islam Chaidir Elhaj Maliki Wonosari I


Riswan Siahaan S.Pd